Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Pelaku ujaran kebencian kepada almarhum KH. Maimun Zubair atau Mbah Moen, Kyai Nahdlatul Ulama (NU) yang sempat viral di media sosial Facebook kini diamankan pihak kepolisian resor Luwu Utara.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kapolres Luwu Utara, AKBP Boy FS Samola , S.Ik , M.H kepada awak media di Lobby Sat Reskrim Polres Luwu Utara, Sabtu (10/8/2019).
Polisi mengamankan pelaku Joe Ramadhan (40) di Dusun Salutabaro, Desa Mulyasari, Kecamatan Sukamaju, Kebupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (9/8/2019) sekitar pukul 15:00 wita.
“Kami dapat informasi dari Kapolres Kutai Timur, Kalimantan Timur bahwa Joe Ramadhan berada di wilayah hukum polres Luwu Utara,” tutur AKBP Boy.
Kapolres melanjutkan, Joe merupakan warga Kutai Kalimantan timur yang berprofesi sebagai wartawan tabloid independen Terobos.
“Joe mengakui kesalahannya dan sementara dalam penyelidikan, Joe juga mengaku tidak mengetahui kalau alm KH. Maimoen Zubair merupakan kyai NU,” pungkasnya.
Menurut Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, kunci utama dari ujaran kebencian sebagaimana dimaksudkan dalam UI ITE mengacu pada Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Unsurnya yang kunci ada dalam Pasal 156 KUHP, lebih bagus kalau dia (terdakwa) ada niat menimbulkan rasa permusuhan antar-golongan, golongannya juga sudah ditentukan (dalam Pasal 156 KUHP),” kata Erasmus dilansir dari kompas.com.
Dalam produk hukum yang dimaksud Erasmus, Pasal 156 KUHP, berikut ini beberapa tindakan yang dianggap sebagai tindakan yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan.
Pertama, menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Golongan dalam hal ini dimaksudkan seluruh rakyat Indonesia dilihat dari ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Jika seseorang terbukti melakukan hal-hal itu, maka akan dikenai hukuman penjara maksimal 4 tahun atau denda paling banyak Rp 4.500.
Kedua, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama, dan menghasut orang agar tidak menganut agama apapun.
Untuk pelanggatan ini, pelaku akan dikenai hukuman yang lebih berat, yakni penjara maksimal 5 tahun.