Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Aparat Polres Gowa berhasil mengungkap kasus perdagagan manusia (Human Trafficking) terhadap dua korban gadis remaja berinisial DN (17) dan NA (18) yang merupakan warga Kabupaten Gowa.
Dilansir dari Tribratanews Polres Gowa, kejadian berawal saat kedua korban bermain dijejaring media sosial dan berkenalan dengan pelaku NR (17), dimana pelaku menawarkan korban sebuah pekerjaan dengan upah Rp.500.000/minggu.
Setelah terjalin komunikasi dan terjadi kesepakatan tentang upah yang besar, korban pun mengikuti petunjuk pelaku NR, dimana korban selanjutnya dijemput di salah satu salon kecantikan di Kota Makassar oleh dua pelaku lainnya, yakni ABA (34) dan MS (23).
NR diketahui bertugas mencari karyawan melalui media sosial untuk dipekerjakan sebagai pelayan kafe, di Kabupaten Pangkep.
Sementara itu, setibanya di kafe tersebut, korban mengaku tidak mengetahui sebelumnya jika akan dipekerjakan sebagai pelayan kafe. Korban pun tidak dapat menghubungi pihak keluarganya dikarenakan HP korban disita oleh pemilik kafe, agar tidak dapat berkomunikasi dengan pihak keluarga.
Sehubungan hal itu, orang tua korban pun berupaya mencari keberadaan korban namun tidak ditemukan, sehingga ia melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gowa, yang selanjutnya dilakukan penyelidikan oleh unit PPA dan berhasil mengamankan pelaku ABA (34) dan MS (23) di depan Bank Mega Sungguminasa serta NR (17), di wilayah Antang Makassar pada Sabtu 8 Februari 2019 lalu.
Diketahui ketiga pelaku dalam melakukan aksinya mempunyai peran yang berbeda-beda, dimana ABA berperan sebagai pemilik kafe dan yang pemberi honor Rp.250.000 kepada pelaku NR jika berhasil merekrut karyawan, sedangkan MS (23) bertugas sebagai kasir pada kafe itu.
Hasil ungkap itu dipaparkan langsung oleh Kasat Reskrim Polres Gowa Akp Herly P didampingi Kanit PPA Aiptu Hasmawati dan Kasubbag Humas Akp M Tambunan saat menggelar press conference, Senin (11/02) siang.
“Kejadian ini merupakan hal yang pertama terjadi di Kabupaten Gowa. Untuk itu, kepada selruh orang tua agar lebih meningkatkan pengawasan kepada anak-anaknya,” tutur Kasat Reskrim.
Tidak ada sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda, seperti yang dikutip arum-pertiwi.blogspot.com, yaitu :
1.Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidakbersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
2.Keinginan cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
3.Pengaruh sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.
4.Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri.
5.Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumberdaya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung.
6.Pendidikan minim dan tingkat buta huruf tinggi
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.
Untuk menanggulangi masalah perdagangan anak dan perempuan ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:
- Memberi pengetahuan
Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah ini, dan bagaimana solusinya.
Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang paling penting adalah masyarakat kelas bawah. Mengapa? Karena perdagangan manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
2. Memberitahu orang lain
Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban Anda untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar kita.
3. Berperan aktif untuk mencegah
Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, Anda juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus yang Anda ketahui kepada yang berwajib. Anda juga bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Yang Anda lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila semua orang tergerak untuk turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan teratasi.
Penulis : Harmeno