Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Penyidik Polres Maros mendampingi tim auditor Inspektorat Daerah Kab. Maros melakukan expose hasil audit investigatif terhadap pengelolaan keuangan Desa Bonto Bunga terkait Pembangunan yang anggarannya bersumber dari Dana Desa (DD) T.A 2019.
Expose audit investigative tersebut dilakukan di Kantor Desa Bonto Bunga, Kecamatan Moncongloe, Kab. Maros, Selasa (23/3/2021).
Pendampingan tersebut untuk melakukan audit terhadap kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Desa Bonto Bunga terkait Pembangunan yang anggarannya bersumber dari Dana Desa (DD) T.A 2019 yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara sebanyak Rp. 121.788.333.
“Benar, kami (Tipikor Polres Maros) mendampingi tim audit inspektorat Daerah Kab. Maros di Desa Bonto Bunga,” ujar Kanit Tipikor Ipda Slamet.
Menurut Ipda Slamet ,kedatangan tim Audit untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan Desa Bonto Bunga yang berpotensi merugikan negara sampai ratusan juta.
Ditambahkan kanit Tipikor saat ini hasil investigasi dari auditor sudah dipaparkan dan telah diberikan kesempatan kepada pemerintah desa Bonto Bunga untuk melakukan sanggahan.
“Telah diberikan kesempatan kepada pihak desa bonto bunga untuk melakukan sanggahan dari hasil temuan tim auditor namun pihak desa bonto bunga menerima hasil temuan yang telah di paparkan oleh tim auditor,” ujar Kanit Tipikor.
Kanit Tipikor Ipda slamet menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Tim auditor atas kerjasamanya dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan.
“Saya Ucapkan terima kasih kepada Para Tim Auditor yang mendukung kami dalam melakukan penanganan Hukum terkait dugaan Korupsi kasus ADD Desa Bonto Bunga ini,” katanya.
Selanjutnya Unit Tipikor Polres Maros akan menunggu Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) dari inspektorat daerah kabupaten Maros guna menenuntukan upaya hukum selanjutnya.
“Untuk proses hukum selanjutnya kami menunggu laporan hasil pemeriksaan khusus dari Inspektorat Daerah kabupaten Maros guna diproses lebih lanjut,” tutupnya.
Pengawasan yang dilakukan Polres Maros diatas merupakan hasil kesepakatan antara Polri bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk mengawasi dana desa, MoU tersebut dilakukan di Mabes Polri pada Jumat 20 Oktober 2017 lalu.
Melihat Jumlah nilai Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang fantastis tersebut memunculkan banyak dugaan penyimpangan penggunaan anggaran dari dana desa. Berdasarkan data dari Kemendesa PDT, pada tahun 2016 terdapat 932 aduan adanya dugaan penyimpangan dari penggunaan Dana Desa (sumber: tirto.id, 7 April 2017).
Penyimpangan tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan dana desa masih kurang dalam hal pengawasan, sehingga masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penggunaanya.
Penyimpangan ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti belum siapnya sumber daya manusia yang mengelola, mekanisme pelaporan yang kurang transparan, dan kurangnya memaknai akan pentingnya fungsi dana desa itu secara keseluruhan. Maka dari itu, perlu dilakukan pencegahan dan pengawasan yang ketat dari masyarakat dan Kementarian/Lembaga terkait.
Pencegahan preventif paling tidak bisa dilakukan dengan tiga cara untuk menyiasati ini. Pertama, kepala desa harus membuat struktur organisasi desa/perangkat desa dengan memilih orang-orang yang berkompeten sehingga dapat mengelola Dana Desa dengan baik. Pemilihan orang-orang ini bertujuan agar pengelolaan nantinya bersifat terorganisir dan terstruktur sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, perangkat desa harus belajar menyiapkan laporan penggunaan Dana Desa yang transparan serta akuntabel, sehingga masyarakat tidak akan bersifat skeptis terhadap realisasi penggunaan Dana Desa. Jika perlu, realisasi penggunaan Dana Desa tersebut dapat dipublikasikan di wilayah-wilayah strategis seperti papan pengumuman kantor-kantor di pedesaan.
Ketiga, dalam hal penggunaan/penyaluran dana tersebut harus ada pengawasan masyarakat lewat Badan Permusyarawatan Desa (BPD). Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Pasal 51 disebutkan bahwa laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa dapat digunakan oleh BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan kinerja kepala desa.
Dengan adanya fungsi tersebut diharapkan masyarakat dapat menjadi mekanisme kontrol lewat BPD, dan BPD sendiri diharapkan dapat menjalankan perannya semaksimal mungkin terkait penggunaan anggaran.
Dalam kenyataannya, pencegahan secara preventif tidaklah cukup untuk mengontrol pengawasan atas tindakan penyalahgunaan anggaran dana desa ini. Diperlukan tindakan secara represif atas penyalahgunaan dana yang terjadi di lapangan. Kabar baiknya sudah ada mekanisme bagi masyarakat untuk melapor tentang adanya dugaan penyalahgunaan Dana Desa.
Masyarakat kini dapat melapor melalui beberapa cara, seperti di situs satgas.kemendesa.go.id, call center @kemendesppdt 1500040 dan aplikasi Lapor! @lapor1708. Mekanisme aduan tersebut setidaknya dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan apabila terjadi indikasi dari penyalahgunaan anggaran dana desa agar tercipta mekanisme pengawasan bukan hanya dari pihak terkait tetapi juga oleh masyarakat.
Kalo mau lapor korupsi dana desa gimana pak?
Silahkan lapor kesini satgas.kemendesa.go.id atau call center @kemendesppdt 1500040 atau aplikasi Lapor! @lapor1708 atau langsung ke kantor Polisi