Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Seiring dengan masuknya bulan Ramadhan 1440 Hijriyah, Kapolres Gowa Akbp Shinto Silitonga, SIK., MSi kembali menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi balap liar dan membunyikan petasan.
“Kami himbau kepada masyarakat, terkhusus bagi para pemuda agar tidak melakukan aksi balap liar dan membunyikan petasan selama bulan Ramadhan,” ujar Akbp Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi Minggu (05/05) pagi.
Dikatakan Kapolres, momen bulan suci ramadhan ini diharapkan dapat dilalui masyarakat dengan aman dan damai, khususnya dalam menjalankan ibadah puasa, tanpa diwarnai dengan bunyi-bunyian petasan dan balapan liar, maupun kejahatan-kejahatan lainnya.
“Bunyi-bunyian petasan dan balap liar sangat menggangu kekhusyukan dalam beribadah, bahkan dapat menimbulkan kerugian moril dan materiil. Untuk itu, kami himbau masyarakat agar tidak melakukan hal-hal serupa, dan lebih baik memanfaatkan momen bulan suci Ramadhan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” ucap Akbp Shinto Silitonga.
Perwira lulusan Akpol 1999 yang telah melewati kali kedua Ramadhan sebagai Kapolres Gowa ini pun menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas hukum apabila menemui hal-hal serupa, yang dapat mengganggu kamtibmas selama bulan Ramadhan.
Lebih lanjut, masyarakat juga diminta untuk ikut berpartisipasi menjaga kamtibmas, dalam mempersempit ruang gerak pelaku yang hendak melakukan kejahatan, dengan senantiasa meningkatkan kewaspadaan.
“Intinya, masyarakat agar senantiasa tetap waspada, khususnya apabila hendak berpergian untuk beribadah, agar menjaga keselamatan diri, begitu pun dengan keamanan kendaraan bermotor yang digunakan, serta kondisi rumah agar dipastikan terkunci dengan baik saat ditinggalkan dalam keadaan kosong,” tambah Akbp Shinto Silitonga.
Orang nomor satu di jajaran Polres Gowa ini pun memastikan bahwa pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin dalam mencegah terjadinya gangguan kamtibmas, sehingga masyarakat dapat menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan dengan khusyuk, dan penuh rasa aman dan nyaman.
Selain dilarang dalam konstitusi, bermain petasan juga hal yang dilarang dalam Islam, disalin dari rumaysho.com, bahwa petasan memberikan mudhorot pada orang lain bahkan untuk diri sendiri, ada yang celaka bahkan mati gara-gara bermain petasan. Petasan pun menimbulkan bahaya karena suara bising yang ditimbulkan.
Bahkan pengaruh explosive-nya bisa membahayakan orang lain. Dari dalil-dalil di atas yang kami sebutkan sudah menunjukkan terlarangnya petasan. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut.” (Syarh Al Bukhari, 1/38).
Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau menimbulkan bahaya yang lebih dari itu?!
2. Membelanjakan uang untuk membeli petasan, mercon dan kembang api termasuk bentuk pemborosan karena termasuk menghambur-hamburkan bukan dalam jalan kebajikan.
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).”
Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475). Coba jika serupiah disumbangkan atau dishodaqohkan untuk jalan kebaikan, apalagi di bulan suci Ramadhan yang pahala semakin berlipat?
Mengapa orang tua lebih senang anaknya diberi petasan padahal bisa membahayakan diri daripada memanfaatkan uangnya untuk hal yang lebih bermanfaat seperti disisihkan untuk sedekah atau beri makan berbuka? Hanya Allah yang beri taufik.
3. Asal muasal tradisi petasan dan kembang api sebenarnya bukan dari Islam tetapi dari budaya non muslim, yaitu dari negeri Cina. Tradisi petasan dan kembang api sendiri bermula di Cina pada abad ke-11, kemudian menyebar ke Jazirah Arabia pada abad ke-13 dan selanjutnya ke daerah-daerah lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Shahih, kata Syaikh Al Albani).