Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Kapolda Sulsel Irjen Pol Drs Umar Septono menghadiri upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2018 yang di gelar di Lapangan Upacara Kantor Gubernur Prov. Sulsel, Jln. Urip Sumohardjo No. 269 Makassar pada senin (01/10) pukul 07.30 Wita.
Upacara tersebut di pimpin oleh Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah, turut hadir dalam upacara tersebut Pangko Ops, Kasdam wirabuana XIV hasanuddin, Ketua DPRD beserta Asn di lingkungan Prov Sulsel.
Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2018 tingkat Provinsi Sulawesi Selatan ini mengangkat tema “Pancasila sebagai landasan kerja mencapai prestasi bangsa”.
Hari Kesaktian Pancasila berkaitan erat dengan G 30S PKI. Sejarah menyebut bahwa pada 30 September 1965 terjadi upaya kudeta, sehingga terjadi pembunuhan terhadap sejumlah petinggi TNI.
Namun upaya kudeta itu gagal dan Pancasila tetap menjadi ideologi bangsa yang tak tergantikan.
Disalin dari kaltim.tribunnews.com, berikut beberapa fakta yang berkaitan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
1.Penculikan dan Pembunuhan Jenderal oleh Pasukan Cakrabirawa
G 30S PKI terjadi pada 30 eptember 1965 malam, hingga 1 Oktober 1965 pagi hari. 10 petinggi TNI tewas dalam kejadian tersebut.
Mereka adalah Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal (Letjen) Suprapto, Letjen Haryono, Letjen Siswondo Parman, Mayjen Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomihardjo, Kapten Pierre Tendean, AIP Karel Satsuit Tubun, Brigjen Katamso Darmokusumo dan Kolonel Sugiono.
Penculikan dan pembunuhan para jenderal itu dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta.
Sebanyak tujuh jenazah Pahlawan Revolusi ditemukan di sumur berdiameter sempit, yang kemudian dikenal sebagai sumur Lubang Buaya.
2.Penculikan oleh Pasukan Cakrabirawa
Pasukan Cakrabirawa adalah pasukan pengaman Presiden yang andal. Pasukan ini berkekuatan 3.000 personel dari keempat Angkatan Bersenjata.
Dalam G 30S PKI, Pasukan Birawa menjadi promotor untuk menculik para jenderal.
Letkol Untung dan satu peleton Cakrabirawa dari Batalyon I KK pimpinan Lettu Dul Arif memimpin operasi itu.
Tindakan yang dilakukan Pasukan Cakrabirawa itu dianggap mencoreng nama pemerintah, sehingga dibubarkan pada 28 Maret 1966.
3.Nasib Letkol Untung dan Pasukannya
Setelah operasi yang disebut kudeta itu gagal, Letkol Untung sempat melarikan diri ke Jawa Tengah.
Namun, pria pemilik nama kecil Kusman ini tertangkap oleh dua anggota Armed, yang tak dikenalnya.
Anggota Armed itu tak tahu jika yang mereka tangkap adalah Letkol Untung, yang memimpin pemberontakan G 30S PKI.
Akhirnya, Untung dibawa ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) pada awal 1966.
Vonis mati untuknya dijatuhkan pada 6 Maret 1966. Untung sempat meminta grasi pada Presiden Soeharto. Namun, grasi itu tidak datang dan nasibnya justru berakhir di regu tembak.
Sedangkan personel pasukan Cakrabirawa banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.
4.Tewasnya Gadis Lima Tahun Bernama Ade Irma Suryani
Jenderal Abdul Harris (AH) Nasution menjadi sasaran dalam G 30S PKI.
Namun, putrinya yang baru berusia lima tahun, Ade Irma Suryani, justru tertembus peluru Pasukan Cakrabirawa.
Ade Irma meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, tepatnya pada 6 Oktober 1965.
Saat kejadian sekitar pukul 03.30 dini hari, Ade tidur bersama ayah dan ibunya.
Istri Jenderal Nasution, Johanna Nasution, berusaha melindungi suaminya, sehingga menyerahkan Ade Irma ke adik iparnya.
Namun karena panik, adik AH Nasution tak sengaja membuka pintu yang diberondong peluru pasukan Cakrabirawa.
Bocah kecil itu bersimbah darah, tetapi baru ketika hari sudah menjelang pagi dibawa ke RSPAD.
Dikutip dari Intisari, ada sekitar tiga peluru yang bersarang di punggung Ade Irma Naution.
5.Diperingati dengan Upacara Bendera
Kebenaran G 30S PKI sering kali menjadi perdebatan.
Namun, peristiwa ini adalah salah satu episode kelam dalam perjalanan Bangsa Indonesia.
Bagaimanapun setelah G 30S PKI pecah, Pancasila terbukti menjadi ideologi bangsa yang tak tergantikan.
Saat ini, Hari Kesaktian Pancasila diperingati dengan upacara bendera di instansi pemerintahan dan sekolah-sekolah.
Penulis : Harmeno