Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Polres Sidrap menyita sejumlah petasan (mercon) berbagai jenis saat melakukan razia di Jalan Andi Mappanyukki Kelurahan Pangkajene Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap, Senin (3/5/19) malam.
Kapolres Sidrap AKBP Budi Wahyono mengatakan, menjelang malam takbiran hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah, pihaknya menggelar razia untuk penertiban para penjual petasan karena dinilai meresahkan kenyamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi, kata dia, kebanyakan pembeli petasan adalah anak-anak sehingga berpotensi menimbulkan bahaya bagi mereka.
“Hasil dari razia itu kita amankan sejumlah petasan atau mercon serta kembang api berbagai jenis. Petasan itu dapat yang menimbulkan bahaya kebakaran,” kata Budi Wahyono saat dikonfirmasi.
Berdasarkan info, petasan tersebut diduga milik H. Kurdin. Pihak Polres Sidrap juga akan terus bergerak melakukan razia terhadap petasan hingga malam takbiran esok, menurut Kapolres ini dilakukan guna memberi rasa aman dan nyaman kepada warga yang akan melaksanakan malam takbiran jelang idul fitri 1440 H.
“Dan warga yang berjualan petasan itu tidak memiliki izin, maka kita tertibkan. Apabila kedapatan lagi, tindakannya adalah akan diberikan sanksi administratif,” ujar Kapolres
Budi mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk ikut menjaga situasi yang kondusif saat pelaksanaan malam takbiran, esok. Jangan sampai dengan membakar petasan justru dapat menimbulkan kegaduhan maupun kericuhan.
Operasi petasan yang dilakukan oleh Polres Sidrap ini sangat beralasan karena selama bulan ramadhan ini maraknya anak anak yang main petasan dan bunyi petasan juga mengganggu jalannya ibadah sholat juga bisa menyebabkan kebakaran dan rata -rata pemilik toko dan kios ini tidak dapat memperlihatkan surat ijin untuk menjual petasan.
Untuk diketahui bahwa menjualbelikan petasan selain melanggar pasal 187 KHUP dan Undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951, bunyi petasan mengganggu ketenteraman umum,dilakukan razia ini untuk memberikan rasa aman, tertib dan khusus bagi yang menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan.
Larangan menggunakan petasan juga telah difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta beberapa tahun lalu. Berikut isi fatwanya :
Memutuskan :
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Quran, Sunnah dan pendapat (qaul) yang mutabar, menyempurnakan dan menetapkan fatwa tentang Hukum Petasan dan Kembang Api (Fatwa MUI No. 31 Tahun 2000, penyempurnaan fatwa tanggal 24 Ramadhan 1395/30 Sep.1975), sebagai berikut:
– Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru dan Walimah (Resepsi), seperti yang dilakukan oleh umat Islam khususnya warga DKI Jakarta, atau menjadi bagian dalam ritual ziarah di TPU Dobo, adalah suatu tradisi atau kebiasaan buruk yang sama sekali tidak terdapat dalam ajaran Islam, bahkan merupakan suatu perbuatan haram yang sangat bertentangan dan dilarang ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut
– Tradisi membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api adalah bersumber dari kepercayaan umat di luar Islam untuk mengusir setan yang dianggap mengganggu mereka. Hal ini jelas merupakan suatu kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam. Padahal Islam memerintahkan umatnya untuk menghindari kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam, karena hai itu dinilai sebagai langkah setan dalam menjerumuskan umat manusia, sebagaimana difirmankan dalam Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (QS. An-Nur[24] : 21).
– Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api merupakan pemborosan (tabdzir) terhadap harta benda yang diharamkan Allah, sebagaimana difirmankan :
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra [17] : 27).
– Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sebagaimana difirmankan dalam :
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah [2]:195.)
Demikian juga sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
“(Kamu) tidak boleh membuat bahaya bagi dirimu sendiri dan juga tidak boleh membuat bahaya bagi orang lain”.
– Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api bahayanya (mudharat) lebih besar dari pada manfaatnya (kalau ada manfaatnya). Padahal di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Sebagaimana didasarkan pada makna umum ayat Al-Quran sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”
Dan hadits Rasulullah SAW:
“Di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat”.
– Sehubungan dengan haramnya membakar atau menyalakan petasan dan kembang api, maka haram pula memproduksi, mengedarkan dan memperjualbelikannya. Hal ini didasarkan pada Kaidah Ushul Fiqh:
“Sesuatu yang menjadi sarana, hukumnya mengikuti sesuatu yang menjadi tujuan.” [Sumber Web MUI DKI Jakarta] inilah.com.