Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Dibawah pimpinan Iptu Abd. Rauf, Polsek Malangke gencar melaksanakan kegiatan untuk mendekatkan diri dengan warga di Kec. Malangke salah satunya adalah membantu kegiatan warga membangun rumah, memperbaiki jalan, maupun kegiatan gotong royong warga lainnya.
Saat melakukan patroli wilayah di Ds. Tingkara Ka SPK Aiptu Yaris, S.Sos mendapatkan warga Hj. Japar yang sedang membangun rumah, sebagai wujud polisi yang bertugas melindungi dan melayani Aiptu Yaris juga ikut membantu salah satu warga untuk membangun rumah.
Saat ditemui awak media Ka SPK Malangke mengatakan bahwa kegiatan ikut membantu warga membangun rumah sebagai wujud kepedulian polri terhadap kegiatan masyarakat, mewujudkan polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta membangung kemitraan polri dengan masyarakat.
Lebih lanjut dikatakan oleh Yaris bahwa jika kita mampu untuk melihat apa yang dibutuhkan warga dan polisi ada ketika mereka membutuhkan maka kepercayaan masyarakat terhadap polri akan meningkat.
Ditempat lain Kapolsek Malangke Iptu Abd. Rauf, SH.MH. mengatakan bahwa kegiatan semacam ini adalah menjadi agenda rutin polsek Malangke dan kami tidak lupa menitipkan pesan untuk menjaga Kamtibmas menjelang Pemilu 2019, ucap perwira dua balok tersebut. (Humas Polres Lutra)
Upaya pendekatan Polri terhadap masyarakat memang diperlukan, guna mencegah aksi-aksi kriminalitas yang terjadi. Salah satunya melibatkan warga, turut menciptakan harkamtibmas di wilayahnya masing-masing. Selain itu juga, Polri ingin mengubah paradigma masyarakat, bahwa Polri itu adalah milik masyarakat, karena juga berasal dari tengah-tengah masyarakat.
Dalam rangka membangun empati antara Polri dan masyarakat, kita perlu memahami dua kemampuan yaitu kemampuan saling mempercayai dan kemampuan empati. Empati adalah kunci membina kepercayaan dari masyarakat. Dalam kesempatan ini, kedua kapasitas ini akan dibahas secara mendasar walaupun ringkas.
Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi.
Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas. Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang kita.
Polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat. Anggota Polri ada yang melakukan korupsi, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang lainnnya. Hal di atas menunjukkan betapa relevannya rasa percaya dan trust dalam hubungan antara polisi dan masyarakat. Kemungkinan polisi untuk menyalahgunakan wewenang, ditambah dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian masyarakat terhadap polisi, menyebabkan rasa percaya atau trust tidak hanya menjadi relevan, tetapi sangat mudah terganggu.
Apabila polisi menyalahgunakan wewenang, korupsi, dan tindakan-tindakan lain yang menghianati kepercayaan masyarakat, maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan merosot. Mungkin, yang menghianati kepercayaan masyarakat itu hanya sebagian kecil dari anggota polisi. Akan tetapi, dampaknya bisa mengenai polisi pada umumnya. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa hanya 10 persen dari anggota polisi yang kasar dan brutal. Tapi, yang 10 persen itu merusak yang 90 persen sisanya yang tidak kasar dan tak brutal. Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga – begitu kata pepatah.
Apakah kepercayaan yang sudah rusak dapat diperbaiki? Bagaimana polisi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dan institusi mereka? Pada umumnya kita bisa mengatakan bahwa kepercayaan akan meningkat apabila kepercayaan itu didukung dengan langkah dan bukti nyata, dan akan merosot jika diabaikan, dikecewakan, dan dikhianati.
Supaya kepercayan pulih, Polri bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota supaya tidak menghianati warga masyarakat yang memercayainya. Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur, dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat.
Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik. Kalau institusi Polri memiliki reputasi dan nama baik, anggota polisi akan merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warganegara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin mempercayai polisi.
Kerjasama masyarakat-polisi memerlukan rasa percaya timbal-balik : Polisi yang memercayai masyarakat dan masyarakat yang mempercayai polisi. Rumusannya sangat sederhana. Tetapi, jika yang menandai hubungan kedua pihak adalah ketidakpercayaan, maka kerjasama akan gagal. Jika kepercayaan hanya ada di salah satu pihak (hanya polisi yang memercayai masyarakat, tapi tetapi masyarakat tidak memercayai polisi, dan hanya masyarakat yang mempercayai polisi tetapi polisi tidak memercayai masyarakat, maka kerja sama akan gagal.
Jika percayaan itu bersifat “percaya buta”, maka hal itu bisa menjadi insentif untuk berkhianat dan melanggar kerjasama. Jika masyarakat percaya buta kepada polisi, maka polisi memiliki peluang besar melanggar kerjasama dan mengecewakan masyarakat. Dengan kata lain, trust atau rasa saling percaya adalah prasyarat kerjasama polisi-masyarakat yang positif.
Penulis : Marwan