Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Jatanras Polrestabes Makassar Dipimpin Kasubnit 2 Ipda Ahmad Syah Jamal mengamankan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jalan Penghibur Makassar, Rabu (27/03/19). Pelaku berinisial UM (37) seorang wiraswasta warga Jalan Tanjung Pitang.
Kasubbag Humas Polrestabes Makassar Akp Alex Daredaa mengatakan, pihak kepolisian akan melakukan pemeriksaan mendalam mengenai kasus ini.
Pengakuan UM di hadapan polisi, kata Akp Alex, UM melakukan kekerasan terhadap istrinya dengan menampar sebanyak 5 kali pada bagian wajah, lantaran korban diketahui selingkuh dengan pria lain.
Anggota Jatanras Polrestabes Makassar menangkap UM di Jalan Penghibur Makassar setelah mendapat informasi dari unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar tentang kasus KDRT, kemudian UM dibawa ke Mako Polrestabes Makassar untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut.
Dalam Islam kekerasan dalam rumah tangga adalah terlarang, meskipun memukul istri dalam rangka menasehatinya atau meluruskannya. Islam adalah agama yang rahmat, penuh kasih sayang terhadap manusia bahkan hewan sekalipun.
Agama Islam telah mengajarkan apabila ingin menasehati istri yang keliru dan tidak mau taat pada suami, hendaklah menempuh tiga cara yang disebutkan dalam ayat berikut ini.
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Dalam ayat di atas disebutkan cara yang dilakukan untuk menasehati istri yang nusyuz (tidak taat) adalah menasehati, lalu mendiamkan (tidak diajak bicara atau menghajer) jika nasehat tidak diindahkan. Jika masih tidak mempan, barulah dipukul.
Memperlakukan istri beda sekali dengan memperlakukan pria. Karena istri diciptakan dari tulang rusuk dan sifatnya seperti itu pula. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 1468).
Sehingga istri tidak boleh dikasari dengan memukulnya di wajah. Dari Mu’awiyah bin Jaydah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Sebagaimana dikatakan oleh istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau bersabda,
“Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (HR. Ahmad 6: 229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Selain menghindari wajah, memukul istri tidak dengan pukulan yang membekas sebagaimana kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim no. 1218).
Sikap yang diterangkan di sini adalah untuk menjalankan perintah berbuat maruf pada istri. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An Nisa’: 19).
Maksud, pergauli istri dengan cara yang patut adalah mempergauli istri dengan baik dengan tutur kata dan sikap. Cara yang patut yang dimaksud adalah dengan bersahabat yang baik, dengan tidak menyakiti istri, serta berbuat baik padanya. Termasuk dalam bergaul dengan cara yang baik adalah memberi nafkah dan memberi pakaian. Maksud ayat ini adalah hendaknya suami mempergauli istrinya dengan cara yang baik sebagaimana yang ia inginkan pada dirinya sendiri. Namun hal ini tergantung pada waktu dan tempat, bisa berbeda-beda keadaannya. Demikian penjelasan Syaikh As Sa’di mengenai ayat di atas.