Rabu, Februari 19, 2025

Misteri Hilangnya Bocah Perempuan di Sidrap Akhirnya Terungkap, Korban Ternyata Diculik Lalu Dicabuli

Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Kasus hilangnya seorang wanita dibawah umur warga Desa Kalosi Alau Kecamatan Dua Pitue Kabupaten Sidrap yang terjadi pada hari Jumat (06/09/19) akhirnya terungkap.

Korban yang dibawa lari adalah Perempuan KAS (Inisial) (15) yang sehari-hari menjual es. Peristiwa hilangnya anak tersebut telah dilaporkan di Polsek Dua Pitue oleh ibu Korban sehari setelah kejadian yaitu pada hari Sabtu (07/09/19).

Penuturan Pelapor bahwa saat hari kejadian Sekitar Jam 18.10 Wita, korban tiba – tiba saja tidak ada ditempat jualannya didesa kalosi, kemudian ibu korban mencoba mengubungi nomor Whatsapp korban.

Alangkah terkejut ketika yang menjawab telpon adalah seorang Pria yang tidak dikenalnya. bukan hanya itu, pria tersebut malah mengirim foto korban sedang tertidur sembari meminta uang dan mengancam akan memperkosa korban. Akan hal itu ibu Korban langsung datang melapor.

Menerima laporan, Jajaran Polsek Dua Pitue langsung melakukan upaya penyelidikan serta pencarian terhadap korban begitupun pelaku. Korban akhirnya ditemukan dalam keadaan sehat di sekitar Mesjid Agung Pangkajene, selanjutnya dibawa ke Polsek Dua Pitue untuk diintrogasi.

Hasil introgasi korban KAS mengungkap bahwa saat itu dirinya dibawa Oleh Seorang Lelaki yang dikenal melalui Facebook bernama Fikri dan menginap di sebuah rumah panggung. ditempat itu pula korban disetubuhi oleh pelaku bersama seorang lelaki lainnya teman pelaku.

Tidak berhenti disitu, upaya penyelidikan Unit Reskrim Polsek Dua Pitue akhirnya bisa mengungkap identitas para pelaku, bersama dengan Tim Unit Khusus Sat Reskrim Polres Sidrap, penangkapan terhadap para terduga pelaku berhasil dilakukan Senin (09/09/19) di Desa Kanie Kec. Maritengngae.

Digelandang ke Kantor Polsek Dua Pitue, 2 Orang lelaki yakni Jamal 25 thn, dan Zaenal, 40 Th, Warga Desa Kanie Kecamatan Maritengngae ini mengaku telah membawa korban KAS dan menyetubuhinya secara bergantian.

Dihadapan penyidik, Lelaki Jamal juga mengungkap bahwa dirinya kenal dengan korban melalui Facebook dengan mengaku atas nama Fikri. Kapolsek Dua Pitue Akp Abd. Rahman membenarkan adanya penangkapan tersebut.

“Kini kedua tersangka telah diamankan di rutan Polsek Dua Pitue namun saat ini kami masih berkordinasi dengan Sat Reskrim Polres Sidrap apakah proses penanganannya diserahkan ke Polsek Dua Pitue ataukah ditangani Oleh Unit PPA polres Sidrap,” kata Akp Rahman.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, sudah sepantasnya Indonesia ditetapkan sebagai negara darurat kejahatan seksual terhadap anak. Dasar pemikirannya, kasus terus menerus terjadi dan tingkat sebarannya pun sudah merata. Begitupun dengan predator atau pelakunya, bisa siapa saja.

“62 persen dari semua kasus pelanggaran terhadap anak itu adalah kejahatan seksual. Sebaran masalahnya bukanya hanya terjadi dilingkungan terdekat anak dan perkotaan, tapi sudah merambah hingga ke pelosok desa,” kata Arist Merdeka Sirait beberapa waktu lalu.

Dengan adanya status darurat ini, Pemerintah sudah seharusnya mengambil sikap tegas dan tindakan nyata untuk meminimalisir kasus. Salah satu caranya adalah membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) mulai dari tingkat desa sampai kota, dengan melibatkan masyarakat.

“Tim reaksi cepat ini harus diisi oleh masyarakat yang memang mengenal wilayahnya langsung, bisa beranggotakan karang taruna, rukun tetangga, rukun warga, kader posyandu, dan lainnya. Dengan begitu, upaya pendeteksian dini tindak kekerasan seksual terhadap anak akan lebih mudah,” ujarnya.

Para korban yang mengalami kekerasan seksual seperti sebuah siklus, dimana ketika dewasa korban tersebut akan berubah menjadi pelaku kekerasan seksual karena faktor dendam. Dari semua kasus kekerasan seksual, persentasenya lebih dari 60 persen.

Korban pelecehan seksual sudah seharusnya direhabilitasi, minimal dilakukan selama satu tahun. Disamping rehabilitasi, juga perlu pendampingan psikolog, minimal hingga usianya mencapai 18 tahun.

Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Prof.Dr. Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, pengakuan pelaku kekerasan seksual pernah menjadi korban kekerasan serupa hanya sebuah alasan.

“Jika baru dicabuli satu kali, pasti dia ketakutan dan merasakan sakit luar biasa. Makanya itu hanya alasan saja. Kecuali, jika sudah pernah berkali-kali kemungkinan besar dia ingin balas dendam,” paparnya.

Sedikitnya, terdapat tiga faktor tindak kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi. Pertama, pelaku menderita penyimpangan seksual (pedofilia), bahkan ada yang melakukan mutilasi. Kedua, pelaku penderita psikopat, sehingga sulit disembuhkan dan tidak akan pernah menyesali perbuatannya. Ketiga, pelaku sedang melakukan ritual ilmu hitam dengan syarat harus melakukan hubungan seks dengan anak di bawah umur.

“Dari ketiga faktor ini, masalah utama adalah lemahnya perlindungan terhadap anak baik dari orangtua, keluarga, lingkungan, dan terakhir adalah pemerintah,” Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Prof.Dr. Tb. Ronny Rahman Nitibaskara ini.

Related Posts

1 of 1,627
error: Mohon maaf tidak bisa klik kanan !! Terima Kasih