Rabu, Februari 19, 2025

Operasi Pekat, Polsek Parangloe Amankan Ratusan Liter Miras jenis Ballo

Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Untuk minimalisir gangguan kamtibmas, Polsek Parangloe melaksanakan Operasi Kepolisian dengan sandi Operasi Pekat 2109 dengan sasaran penyakit masyarakat seperti aksi premanisme, judi, miras, narkotika serta sajam (Senjata tajam).

Operasi Pekat 2019 ini dilaksanakàn pada Jumat (22/11) dengan melibatkan Unit Sabhara, Intel, Serse dan Bhabinkamtibmas yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Parangloe Akp Hambali dengan menyisir tempat yang dianggap rawan serta warung ataupun kios yang dicurigai menjual miras ataupu barang terlarang lainnya.

Dari kegiatan Operasi Pekat ini, personil Polsek Parangloe berhasil mengamankan miras jenis Ballo sebanyak 9 (sembilan) karung yang diperkirakan sebanyak 500 liter, dibawa menggunakan mobil milik Y (45) warga Bikokoro, Desa Lonjoboko, Kecamatan Parangloe Gowa.

Barang Bukti berupa Miras jdan mobil yang digunakan diamankan di Polsek Parangloe untuk proses lebih lanjut.

“Hasil Operasi Pekat yang dilaksanakan oleh Polsek Parangloe ini membuahkan hasil dengan menangkap miras jenis Ballo beserta mobil yang diamankan di Polsek Parangloe sebagai barang bukti untuk diproses sebagai tindak pidana ringan atau Tipiring,” jelas Akp Hambali.

Sulsel memiliki kultur yang terbilang tempramentatif. Ada filosofi siri na pacce yang dianut masyarakat yang kerap ditafsirkan keliru. Lengkapnya, di masyarakat tradisional tumbuh kebiasaan mengonsumsi miras berupa ballo.

Ballo ini yang banyak menjadi pemicu kejahatan, terutama kekerasan. Dari fakta yang ada,di masyarakat terjadi banyak konflik karena dua hal. Pertama, karena filosofi siri na pacce yang disalahtafsirkan, dan kedua karena miras (ballo) yang dikonsumsi dianggap sebagai hal yang biasa.

“Seperti fenomena begal sekarang ini, dominan pelakunya itu dalam pengaruh miras. Ada budaya keliru di masyarakat kita yang menganggap miras itu sebagai simbol kelaki-lakian. Bukan laki-laki kalau tidak minum ballo,” ujar budayawan Ishak Ngeljaratan, dalam tulisannya tentang kultur orang-orang Sulsel.

Inilah pemahaman keliru yang membudaya. Akibatnya, budaya kekerasan itu berkembang di masyarakat.

Ishak mengatakan, siri na pacce itu adalah filosofi agung. Maknanya sangat dalam. Ia menyimbolisasi orang-orang Sulsel sebagai orang yang punya siri atau malu.

“Orang Sulsel itu malu kalau berbuat jahat. Malu kalau minum ballo. Malu kalau belum bisa berbuat kebaikan untuk orang banyak,” katanya.

Bagaimana meluruskan prinsip ini?  Kata Ishak, harus dimulai dari keluarga. Setelah itu kekuasaan juga berperan penting. Pemimpin harus memberi teladan bagaimana memimpin dengan benar.

“Pemimpin itu keteladanan. Kalau tidak ada keteladanan, maka jangan salahkan masyarakat jadi brutal,” jelasnya.

Pengamat komunikasi publik, Aswar Hasan berpendapat, prinsip-prinsip dasar siri na pacce memang perlu diperkenalkan lebih dalam kepada anak-anak kita. Sebab, filosofi ini sudah ditafsirkan liar dan tidak bertanggung jawab.

Bahkan ada kelompok masyarakat yang masih menganggap mengonsumsi miras sebagai bagian dari simbolisasi siri na pacce. Mereka merasa tidak hebat kalau tidak minum miras.

Kebiasaan inilah yang mesti dihapus. Stigma tersebut perlu diluruskan lewat kampanye-kampanye kantibmas. Aswar mengaku salut dengan upaya Kapolda yang terus melakukan pendekatan filosofis ke masyarakat.

“Ini bentuk pendekatan polisi secara sosial yang bisa berdampak positif. Apalagi lewat pendekatan spiritual di masjid-masjid, itu akan sangat efektif menggugah masyarakat,” imbuhnya.

Related Posts

1 of 1,630
error: Mohon maaf tidak bisa klik kanan !! Terima Kasih