Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Satuan Reskrim Polres Gowa menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan wanita SZ yang dilakukan WJ, Sabtu (04/05/19). Peristiwa pembunuhan tersebut terjadi di Pattallassang Kab. Gowa beberapa waktu lalu.
Rekonstruksi yang digelar di halaman kantor Polres Gowa ini, dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Iptu Muh. Rivai didampingi para penyidik, serta melibatkan Tim Forensik RS Bhayangkara Polda Sulsel dengan jumlah adegan sebanyak 70 adegan.
Dalam rekonstruksi tersebut, tersangka Lel.WJ dengan dibantu seorang perempuan yang berperan sebagai korban, melakukan reka ulang dari sejak awal hingga terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut.
“Rekonstruksi ini dilakukan untuk memperjelas tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka serta memberi keyakinan kepada penyidik tentang tindak pidana yang terjadi,” terang Kasubbag Humas Polres Gowa Akp M Tambunan saat dikonfrimasi.
Beberapa kasus pembunuhan sadis yang terjadi menimbulkan semacam kengerian tersendiri bagi beberapa warga. Dilansir dari tribunnews.com, Ketua Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Iqrak Sulhin menyampaikan bahwa awal mula pembunuhan digolongkan dalam dua jenis.
“Pembunuhan itu ada dua jenis, intended (diniatkan) dan unintended (tidak diniatkan). Kalau yang diniatkan bentuknya seperti pembunuhan akibat perampokan, membela diri, atau kelalaian,” ujar Iqrak ketika dihubungi Kompas.com pada Rabu (21/11/2018).
“Masalah interpersonal seperti adanya dendam, sakit hati, atau sengketa. Ini pula yang menjadi dasar bahwa pelaku adalah orang yang dikenal korban,” ujar Iqrak.
Iqrak juga mengungkapkan bahwa jarang sekali, bahkan nyaris tidak pernah ada kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh orang asing.
Kemudian, untuk kasus pembunuhan sadis ini, keberingasan pembunuh tidak bisa dijelaskan. Namun, untuk salah satu contoh dari pembunuhan sadis bisa dikategorikan secara kualitatif, dalam konteks cara pembunuhan dan jumlah korban.
Salah satu contoh pembunuhan sadis, misalnya mutilasi.
“Mutilasi bisa dikategorikan ada dua. Pertama, ada yang memang mengindikasikan amarah dari pelaku. Kedua, ada juga yang bersifat ingin menghilangkan jejak,” ujar Iqrak.
Menurut Iqrak, pembunuhan terjadi karena hilangnya mekanisme sosial yang memberi ruang bagi perbincangan hangat antar manusia.
“Karena ciri khas manusia adalah berinteraksi, sebagai makhluk sosial, sehingga bisa saja ada masalah di dalam interaksi tersebut yang berujung pada terjadinya kekerasan,” ujar Iqrak.
Dalam pengamatan Iqrak, yang terjadi saat ini adalah interaksi cenderung terjadi secara formalistik, hanya dalam bentuk interaksi saling sapa saja dengan tetangga, atau perintah dari atasan. Yang mana interaksi formalitas tidak memberi ruang bagi penyelesaian masalah.