Senin, Agustus 11, 2025

Sambut Natal dan Tahun Baru, Polres Palopo Musnahkan Ribuan Liter Miras

Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Polres Palopo musnahkan sekitar kurang lebih 5.000 liter miras jenis ballo dari hasil Operasi Cipta Kondisi selama bulan desember dalam rangka menyambut Hari Natal 2020 dan Tahun Baru 2020-2021 di depan Mapolres Palopo, Jl Opu Tosappaile, Senin (21/12/2020) pagi.

Ballo dimusnahkan dengan cara dituang ke dalam selokan.

Kapolres Palopo AKBP Alfian Nurnas SH SIK MH mengatakan ballo tersebut merupakan hasil razia pihak kepolisian selama operasi Cipta Kondisi (Cipkon) menjelang Natal 2020 dan tahun baru 2021.

Pemusnahan dilakukan bersama Pemerintah Kota Palopo, TNI, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) lainnya.

“Kami lakukan operasi dan penyitaan karena minuman ballo ini merupakan pemicu tindak pidana, utamanya kekerasan,” kata Kapolres Palopo AKBP Alfian Nurnas yang ditemui usai acara pemusnahan.

Alfian mengungkapkan kurang lebih 80 persen tindak pidana rata-rata pelakunya mabok karena minum ballo.

Maka dari itu, pihak kepolisian akan terus melakukan razia miras ini hingga Operasi Lilin 2020 berakhir.

“Setelah ini kita akan melakukan operasi lagi, yang mana jelas kita ingin memelihara rasa aman dan nyaman masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari-hari tanpa ada gangguan kamtibmas,” tuturnya.

Sulsel memiliki kultur yang terbilang tempramentatif. Ada filosofi siri na pacce yang dianut masyarakat yang kerap ditafsirkan keliru. Lengkapnya, di masyarakat tradisional tumbuh kebiasaan mengonsumsi miras berupa ballo.

Ballo ini yang banyak menjadi pemicu kejahatan, terutama kekerasan. Dari fakta yang ada,di masyarakat terjadi banyak konflik karena dua hal. Pertama, karena filosofi siri na pacce yang disalahtafsirkan, dan kedua karena miras (ballo) yang dikonsumsi dianggap sebagai hal yang biasa.

“Seperti fenomena begal sekarang ini, dominan pelakunya itu dalam pengaruh miras. Ada budaya keliru di masyarakat kita yang menganggap miras itu sebagai simbol kelaki-lakian. Bukan laki-laki kalau tidak minum ballo,” ujar budayawan Ishak Ngeljaratan, dalam tulisannya tentang kultur orang-orang Sulsel.

Inilah pemahaman keliru yang membudaya. Akibatnya, budaya kekerasan itu berkembang di masyarakat.

Ishak mengatakan, siri na pacce itu adalah filosofi agung. Maknanya sangat dalam. Ia menyimbolisasi orang-orang Sulsel sebagai orang yang punya siri atau malu.

“Orang Sulsel itu malu kalau berbuat jahat. Malu kalau minum ballo. Malu kalau belum bisa berbuat kebaikan untuk orang banyak,” katanya.

Bagaimana meluruskan prinsip ini?  Kata Ishak, harus dimulai dari keluarga. Setelah itu kekuasaan juga berperan penting. Pemimpin harus memberi teladan bagaimana memimpin dengan benar.

“Pemimpin itu keteladanan. Kalau tidak ada keteladanan, maka jangan salahkan masyarakat jadi brutal,” jelasnya.

Pengamat komunikasi publik, Aswar Hasan berpendapat, prinsip-prinsip dasar siri na pacce memang perlu diperkenalkan lebih dalam kepada anak-anak kita. Sebab, filosofi ini sudah ditafsirkan liar dan tidak bertanggung jawab.

Bahkan ada kelompok masyarakat yang masih menganggap mengonsumsi miras sebagai bagian dari simbolisasi siri na pacce. Mereka merasa tidak hebat kalau tidak minum miras.

Kebiasaan inilah yang mesti dihapus. Stigma tersebut perlu diluruskan lewat kampanye-kampanye kantibmas. Aswar mengaku salut dengan upaya Kapolda yang terus melakukan pendekatan filosofis ke masyarakat.

“Ini bentuk pendekatan polisi secara sosial yang bisa berdampak positif. Apalagi lewat pendekatan spiritual di masjid-masjid, itu akan sangat efektif menggugah masyarakat,” imbuhnya.

Related Posts

1 of 6,351
error: Mohon maaf tidak bisa klik kanan !! Terima Kasih