Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Polres Gowa bersama Sat Reskrim Polsek Biringbulu berhasil mengungkapkan kasus pembunuhan yang terjadi di Desa Taring Kecamatan Biringbulu. Saat ini penyidik Polres Gowa lakukan pemeriksaan terduga pelaku sebagai saksi dan telah ditingkatkan status sebagai tersangka.
“Penyidik telah mengungkapkan motif kasus pembunuhan di Biringbulu dan saat ini kita telah lakukan penahanan sejak 12 November 2019 kepada tersangka dan hingga saat ini penyidik telah memeriksa sebanyak 3 orang saksi,” ucap Kasubbag Humas AKP M. Tambunan.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku yang berinisial HS (50) adalah seorang petani warga Kampung Sonra, Dusun Pangapusang, Desa Taring melakukan aksinya dengan motif terkait sengketa lahan kebun kemiri seluas kurang lebih 1 hektar.
Lebih lanjut, adapun modus pelaku melakukan aksinya dengan cara mengayunkan sebilah parang kearah leher kiri korban lalu Manarik parang atas ke bawah hingga leher korban terputus, “Pasca kejadian tersebut, pelaku selanjutnya menyerahkan diri ke Polres Gowa untuk diamankan pada Senin, 11 November 2019 pukul 16.00,” ucap M. Tambunan saat dikonfirmasi.
Seorang psikolog, Dr. Wahyu Triasmara mengemukakan bahwa kehidupan saat ini betapa mengerikannya, bagaimana mungkin orang tega membunuh orang dengan motif hanya sepele ? Seolah sudah tidak ada rasa takut hingga orang berani mengahabisi nyawa orang lain. Lalu apa motivasi dan penyebab hingga orang tega membunuh ?
Menurut psikiater ini, tentunya banyak motif hingga seseorang tega membunuh orang lain. Namun di sini, Wahyu lebih ingin mengupasnya dari sisi psikologis hingga kenapa orang begitu berani mengahabisi nyawa korbannya. Dari beberapa kasus pembunuhan dia aamati di dalam berbagai pemberitaan terkait motif-motif terjadinya pembunuhan, sedikit banyak psikiater ini mencoba merangkum berbagai motif hingga orang berani menghabisi nyawa orang lain.
Diurutan pertama, Wahyu Triasmara melihat adanya pribadi yang terlalu obsesif. Pada kondisi ini boleh dibilang biasanya dialami oleh orang-orang yang belum dewasa dan butuh perhatian lebih. Sehingga ketika mereka kehilangan rasa cinta dan kasih sayang, maka dalam pikirannya kekerasan adalah jalan terakhir untuk menyudahi semuanya.
Seseorang yang paranoid, orang tipe ini seringkali mudah dilanda cemburu buta. Sebagai contoh seorang suami dapat membunuh teman laki-laki istrinya yang ia curigai dan takuti akan berselingkuh dengan istrinya tersebut. Padahal hubungan istri dan teman lelakinya itu hanyalah sebatas hubungan kerja. Atau yang lebih mengerikan seorang suami tega membunuh istri karena kauatir ia berselingkuh dengan lelaki lain.
Mereka yang terlalu agresif juga sangat berisiko melakukan tindakan kekerasan, juga pembunuhan. Seolah-olah tak ada rasa takut dalam diri mereka. Orang dengan sifat agresif cenderung spontan dan berani. Orang-orang tipe ini mudah terpancing dalam kemarahan, sehingga tak segan untuk melakukan tindakan kekerasan pada orang lain.
Orang yang tertutup juga menurut Wahyu lagi, juga berbahaya. Orang dengan tipe tertutup boleh dibilang jarang berinteraksi dengan orang lain, sehingga ketika mereka kesal akan sesuatu hanya akan dipendam seorang diri. Bahayanya kemarahan yang menumpuk bisa saja meledak ketika masalah besar yang dia hadapi sudah menemui jalan buntu. Kadang kondisi demikian memaksa orang untuk berbuat kekerasan pada orang lain.
Menjadi pendendam, dapat memunculkan berbagai persoalan baru dikemudian hari. Ketika dia merasa disakiti maka dia dapat membalas rasa sakit hai itu dengan sesuatu yang lebih kejam dari apa yang dia alami.
Trauma yang mendalam juga dapat menyebabkan terjadi tindak kekerasan dan pembunuhan. Pengalaman-pengalam buruk dimasa lampau membuat seseorang berusaha melindungi dirinya sendiri dari hal-hal buruk yang dia anggap dapat hadir kembali di kehidupannya. Itulah beberapa kondisi psiko-sosial yang sangat mungkin mempengaruhi seseorang hingga akhirnya tega membunuh orang lain disekitar mereka.
“Tentunya masih banyak motif pembunuhan lain, bahkan motif politik, SARA, faktor ekonomi pun bisa menjadi faktor tindak kekerasan hingga pembunuhan, belum juga termasuk berbagai persoalam kehidupan yang bisa menjadi pemicu begitu entengnya orang tanpa rasa takut untuk membunuh sesamanya,” papar Dr. Wahyu Triasmara, seorang pakar psikolog.