Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Menindaklanjuti Maklumat Kapolri, Bhabinkamtibmas Polsek Balocci Bripka Amiruddin melakukan sambang dan menghimbau Ketua RT 01 Kassi tonambung (Darhamsah), di Kassi Tinambung, Kelurahan Kassi Tinambung, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, Rabu (8/4/2020).
Bhabinkamtibmas Polsek Balocci Polres Pangkep, mengajak warganya untuk mengindahkan maklumat Kapolri dan tidak terlalu melakukan aktifitas diluar rumah, berdiam diri dirumah masing masing itu lebih baik, sehubungan dengan musibah Nasional virus Covid-19.
“Dengan mengajak masyarakat untuk berdiam diri dirumah masing masing, untuk mencegah dari bahaya penularan virus covid 19, kami meminta kepada masyarakat agar mematuhi aturan yang di berlakukan saat ini, untuk tidak terlalu melakukan aktifitas diluar rumah,” jelas Bripka Amiruddin.
Melakukan sambang kepada masyarakat untuk mematuhi himbauan dan aturan Kapolri, untuk tidak melakukan kegiatan keramaian yang menyebabkan berkumpulnya masyarakat, serta tidak terlalu melakukan aktifitas lainnya di luar rumah.
“Hal ini guna pencegahan penularan virus corona,” ucap Iptu Syaharuddin Hamid yang menjabat selaku Kapolsek Balocci Polres Pangkep.
Himbauan untuk tidak keluar rumah yang dilakukan Bhabinkamtibmas Polsek Balocci merupakan intruksi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah dirumah demi mencegah penyebaran Covid-19.
Terkait poin terakhir tentang himbauan untuk ibadah dirumah, bagaimanakah Islam memandangnya, berikut beberapa penjelasan dari DR. Firanda Andirja, Lc, MA (Salah satu penceramah di Masjid Nabawi Madinah asal Indonesia) terkait intruksi pemerintah untuk mengisolasi diri dirumah.
Terkait Shalat Berjamaah
Pertama : Boleh meninggalkan shalat berjamaah dan shalat jumat.
Jika kota telah ditetapkan sebagai kota wabah, dan sudah semakin banyak korban maka tidak mengapa seseorang untuk tidak shalat berjamaáh dan bahkan tidak mengapa untuk meninggalkan shalat jumát.
Hal ini karena diantara hal yang bisa menjadikan kewajiban berjamaáh adalah hujan, takut, sakit, angin kencang, dan semisalnya, maka bagaimana lagi dengan kawatir dengan virus yang bisa menimbulkan kematian dan tersebar begitu cepat.
Kaidah pertama : Semua udzur yang membolehkan untuk meninggalkan shalat berjamaáh itulah juga udzur untuk membolehkan meninggalkan shalat jumát.
“Udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat berjamaáh itulah udzur untuk meninggalkan shalat jumát. Maka tidak wajib jumát bagi orang yang takut atas (keburukan menimpa) dirinya, atau menimpa hartanya, demikian juga orang yang kehujanan dalam perjalanannya (menunju masjid), demikian orang yang sedang mengurusi orang sakit yang dikawatirkan akan terlalaikan (jika ia meninggalkannya untuk shalat jumát)” (Al-Bayaan fi madzhab al-Imam Asyafií 2/545)
Kaidah kedua : Udzur-udzur tersebut bersifat umum yaitu semua hal yang menimbulkan kesulitan. An-Nawawi berkata :
“Sesungguhnya permasalahan udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaáh bukanlah udzur khusus, akan tetapi semua yang mendatangkan kesulitan yang berat maka termasuk udzur. Dan becek termasuk udzur” (Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzzab 4/384)
Jika becek dan hujan saja bisa menjadi udzur untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamáah maka apalagi kawatir terkena penyakit korona yang bisa merenggut nyawa, bukan nyawa sendiri bahkan nyawa keluarga dan banyak orang (karena resiko penularan yang begitu cepat). Demikian juga orang yang sakit dan yang kawatir terkena penyakit maka boleh meninggalkan shalat berjamaáh dan shalat jumát.
Al-Mardawi berkata :
“Dan orang yang sakit diberi udzur untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaáh tanpa ada perselisihan. Dengan diberi udzur juga untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaáh karena ketakutan munculnya penyakit” (Al-Inshoof 2/300)
Jika seseorang boleh meninggalkan shalat berjamaáh karena makanan yang sudah hadir dan juga karna menahan buang air karena pikirannya tersibukan tidak bisa khusyu’, maka terlebih lagi ketakutan terhadap virus corona. Bagaimana seseorang shalat sementara pikirannya paranoid terhadap dirinya dan orang-orang disekitarnya. Terlebih lagi virus corona tidak kelihatan, dan juga orang yang terjangkiti virus tersebut bisa jadi tidak langsung nampak tanda-tandanya. Bisa jadi ia merasa sehat ternyata ia terjangkiti, lantas ia berinterakasi dengan orang-orang lain akhirnya ia ikut menularkan virus tersebut.
Juga berdasarkan kaidah fikih “Menolak kemudorotan didahulukan daripada meraih kemaslahatan”
Alhamdulillah ulama al-Lajnah ad-Daimah (Arab Saudi) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Rajab 1441 (12 Maret 2020) yang berkaitan dengan virus corona, diantara poin-poin fatwa tersebut :
“Barangsiapa yang kawatir mendapatkan kemudorotan atau memberi kemudorotan kepada orang lain maka ia diberi keringanan untuk tidak menghadiri shalat jumát dan shalat jamaat, berdasarkan sabda Nabi “Tidak boleh melakukan mudorot pada diri sendiri dan juga memudorotkan orang lain” (HR Ibnu Majah). Dan pada kesemuanya jika seseorang tidak menghadiri shalat jumát maka ia menggantinya dengan shalat dzuhur 4 rakaát” (https://www.spa.gov.sa/2047028)