Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Bhabinkamtibmas Polsek Majauleng Bripka Ambo Dalle membantu warga bergotong royong mengangkat rumah, Rabu (16/01/19).
“Tradisi ini memang kerap dilakukan oleh warga Desa di Kabupaten Wajo, rumah panggung yang terbuat dari kayu biasanya diangkat jika warga hendak melakukan renovasi rumah atau pindah lokasi,” ungkap Bripka Ambo Dalle.
Apa yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas Polsek majauleng merupakan salah satu upaya yang dapat menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan Polri.
Dalam rangka membangun empati antara Polri dan masyarakat, perlu dipahami kedua kemampuan ini yakni kemampuan saling mempercayai dan kemampuan empati. Empati adalah kunci membina kepercayaan dari masyarakat. Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi.
Polisi yang memiliki empati tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih tinggi juga. Karena polisi berusaha memahami dan peduli dengan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan masyarakat, maka polisi memiliki bekal informasi dan pengetahuan yang diperlukan supaya profesinya dapat dijalankan lebih baik. (Humas Polres Wajo)
Tradisi angkat rumah suku Bugis Sulawesi Selatan, terbilang cukup unik karena cara mereka pindah rumah bukan pergi meninggalkan rumah lama mereka kemudian pindah ke rumah baru, tetapi pindah lokasi ke tempat yang berbeda namun masih dengan rumah yang sama. Mengapa demikian?
Pada umumnya masyarakat bugis masih percaya bahwa rumah adalah tanah ibu pertiwi yang merupakan warisan yang harus di jaga. Dan mayoritas masyarakat bugis masih menggunakan rumah traditional berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu. Oleh sebab itu masyarakat bugis jika ingin pindah ke suatu tempat maka mereka akan membawa rumahnya.
“memang sering di pindahkan rumah-rumah disini dari suatu kampung ke kampung yang lain di angkat bersama-sama,” ujar cemang salah seorang warga.
Masyarakat bugis menyebut istilah ini sebagai ale bola, atau kale balla’ dalam Bahasa Makassar. Yang berarti angkat rumah. Jadi jika ada warga bugis yang ingin pindah rumah maka harus memindahkan rumah utuh ke tempat yang lain. Sebab itu lah masyarakat bugis mengangkat rumahnya.
Tradisi ini sangat mengedepankan nilai kebersamaan seperti gotong royong dan menjalin kekompakan para masyarakat untuk bersama-sama memindahkan dan mengangkat rumah.
“Biasanya sampai 100 orang yang mengangkat rumah secara bersamaan. Kalau pindahnya tidak jauh rumahnya di angkat tapi kalo jauh rumahnya di bongkar dan di pasang lagi,” ujar Ekki.
Namun seiring perkembangan teknologi, masa tradisi ini sedikit memudar dan masyarakat sudah banyak yang tidak menggunakan rumah panggung lagi, melainkan menggunakan rumah bata. (diamma.com)
Penulis : Yoan