Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Seakan tidak ada habisnya, perang kelompok kembali terjadi di Makassar tepatnya di Jl. Dangko Kec. Tamalate yang melibatkan dua kubu, antara warga Jl. Dangko dan warga Balang Baru, Kamis (11/06/2020) malam.
Mendengar adanya laporan dari masyarakat, SPKT Polsek Tamalate Polrestabes Makassar bersama piket fungsi dan unit opsnal yang dipimpin panit 2 reskrim Ipda Abd. Latif mendatangi tkp dan membubarkan masyarakat yang sedang tawuran, bersamaan dengan ini tim Penikam Polrestabes Makassar dan patmor turut membackup anggota dari Polsek Tamalate.
“Kita cepat turun ke tkp untuk mengamankan situasi agar tetap kondusif karena jangan sampai ada korban jiwa, dan bisa memicu bentrok yang lebih besar, maka dari itu kita tenangkan kedua belah pihak dan dalami penyebab dari perang kelompok ini,” ucap Ipda Abd. Latif.
Dikonfirmasi oleh Kapolsek Tamalate Kompol Arifuddin A SE MH mengatakan perang kelompok seperti ini memang sangat meresahkan masyarakat lainnya, maka dari itu kesiapan dan kesiagaan anggota diperlukan untuk cepat turun ke tkp saat terjadi seperti ini.
Dan terlihat juga beberapa anggota berjaga di tkp hingga situasi kondusif dan menenangkan masyarakat sekitar agar tidak terpancing dengan situasi seperti ini.
Meski sudah banyak tindakan dari aparat kepolisian, namun hingga kini tawuran masih saja kerap terjadi. Bukan hanya antara warga namun juga yang memperihatinkan adalah tawuran antara pelajar. Banyak motif dari tawuran ini, dikutip dari guruppkn.com secara garis besar, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tawuran, yaitu sebagai berikut.
1.Faktor tabiat
Tak diragukan lagi, faktor utama penyebab tawuran adalah tabiat dari para pelaku sendiri. Kondisi emosional yang tidak terjaga dan ketidakmampuan untuk menahan diri dari amarah merupakan sebab bagaimana tawuran dapat dimulai. Tawuran adalah manifestasi dari emosi yang tidak terkontrol dalam menghadapi suatu “serangan” dari suatu kelompok lain.
2.Faktor keluarga
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi setiap pribadi merupakan ujung tombak dari penanaman nilai dan budi pekerti. Ada kalanya orangtua tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak meskipun sudah dilindungi oleh hak perlindungan anak karena kesibukan dan karir sehingga anak tidak memiliki suatu sosok untuk diteladani. Ada pula orangtua yang membiarkan anaknya bergaul dengan lingkungannya secara terlalu bebas.
3.Faktor lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat dapat memicu anak untuk terbiasa dengan hal-hal yang buruk juga. Misalnya saja film di televisi yang meperlihatkan kekerasan dan malah dianggap sesuatu yang menyenangkan dapat ditiru oleh anak sehingga terbiasa dengan kekerasan. Belum lagi faktor lingkungan sekitar di mana anak-anak bergaul dengan teman-teman yang “keras” karena tidak mendapatkan pendidikan dari keluarganya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, dapat memicu kebiasaan akan perlakuan fisik antar sesama.
4.Faktor relasi
Persahabatan yang kuat memang baik apabila karena persahabatan itu mereka menjadi saling tolong-menolong dalam kebaikan. Namun ada kalanya persahabatan disalahartikan menjadi saling tolong-menolong tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan. Seseorang yang medapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau seseorang yang merasa kelompoknya dihina akan menggalang kekuatan kelompoknya.
5.Faktor pendidikan
Sekolah adalah lembaga formal tempat mendidik anak-anak untuk mendapatkan nilai-nilai dan budi pekerti luhur. Namun adakalanya sekolah tidak dapat menjalankan tugasnya mendidik anak karena guru-guru yang kurang cakap.
Masih banyak hingga dewasa ini guru-guru yang tak segan berbuat kekerasan terhadap siswanya yang tidak mengetahui manfaat tata tertib sekolah untuk menunjukan ketidaksetujuan terhadap apa yang dilakukan oleh sang siswa. Jelas, ini adalah sesuatu yang salah.