Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Komitmen memberantas penyakit masyarakat kembali diperlihatkan aparat Polsek Wara Utara Palopo dengan menyita minuman keras (Miras) tradisional jenis Ballo di Kota Palopo, Selasa (21/12/21) sore.
Ballo ini disita dalam razia cipta kondisi di dua kecamatan wilayah hukum Polsek Wara Utara (Waru).
Kapolsek Wara Utara Iptu Abdul Azis mengatakan, pada operasi tersebut ada 115 liter Ballo yang diamankan. Ballo tersebut diperoleh dari enam warung di Kecamatan Bara dan Kecamatan Wara Utara.
“Dari hasil giat diamankan minuman keras jenis ballo sebanyak 115 liter. Selanjutnya barang bukti dibawa ke Mapolsek Wara Utara,” kata Iptu Abdul usai operasi.
Iptu Azis menyebut, operasi tersebut dilaksanakan karena laporan masyarakat, yang sudah merasa terganggu dan read aktivitas warung ballo.
“Pelaksanaan operasi tersebut dikarenakan adanya laporan masyarakat sekitar yang merasa resah dan sangat terganggu dengan adanya kegiatan di warung- warung ballo tersebut,” ucapnya.
Selain itu, operasi ini juga bertujuan menekan penjualan miras Ballo di Kota Palopo, yang mana 80 persen kriminal di Palopo, awalnya dipicu karena dalam pengaruh miras (ballo).
“Operasi Cipta Kondisi ini bertujuan untuk menekan penjualan minuman tradisional (ballo) dan meminimalisir terjadinya tindak kriminal akibat mengomsumsi minuman tradisional jenis ballo menjelang perayaan Natal dan tahun baru 2022,” jelas Aziz.
Dalam operasi ini, pemilik warung ballo diberi surat pernyataan untuk tidak beroperasi lagi. Selanjutnya, petugas masih tetap melakukan pemantauan terhadap warung-warung ballo, mengantisipasi ada warung ballo yang bandel.
Selain Polsek Wara Utara, sejumlah Polsek bahkan Polres Kota Palopo rutin melaksanakan operasi warung ballo.
Kapolres Palopo AKBP Yusuf Usman ingin memastikan wilayahnya bebas miras Ballo hingga perayaan Natal 2021 dan tahun baru 2022 selesai.
Ballo ini yang banyak menjadi pemicu kejahatan, terutama kekerasan. Dari fakta yang ada,di masyarakat terjadi banyak konflik karena dua hal. Pertama, karena filosofi siri na pacce yang disalahtafsirkan, dan kedua karena miras (ballo) yang dikonsumsi dianggap sebagai hal yang biasa.
“Seperti fenomena begal sekarang ini, dominan pelakunya itu dalam pengaruh miras. Ada budaya keliru di masyarakat kita yang menganggap miras itu sebagai simbol kelaki-lakian. Bukan laki-laki kalau tidak minum ballo,” ujar budayawan Ishak Ngeljaratan, dalam tulisannya tentang kultur orang-orang Sulsel.
Inilah pemahaman keliru yang membudaya. Akibatnya, budaya kekerasan itu berkembang di masyarakat.
Ishak mengatakan, siri na pacce itu adalah filosofi agung. Maknanya sangat dalam. Ia menyimbolisasi orang-orang Sulsel sebagai orang yang punya siri atau malu.
“Orang Sulsel itu malu kalau berbuat jahat. Malu kalau minum ballo. Malu kalau belum bisa berbuat kebaikan untuk orang banyak,” katanya.
Bagaimana meluruskan prinsip ini? Kata Ishak, harus dimulai dari keluarga. Setelah itu kekuasaan juga berperan penting. Pemimpin harus memberi teladan bagaimana memimpin dengan benar.
“Pemimpin itu keteladanan. Kalau tidak ada keteladanan, maka jangan salahkan masyarakat jadi brutal,” jelasnya.
Pengamat komunikasi publik, Aswar Hasan berpendapat, prinsip-prinsip dasar siri na pacce memang perlu diperkenalkan lebih dalam kepada anak-anak kita. Sebab, filosofi ini sudah ditafsirkan liar dan tidak bertanggung jawab.
Bahkan ada kelompok masyarakat yang masih menganggap mengonsumsi miras sebagai bagian dari simbolisasi siri na pacce. Mereka merasa tidak hebat kalau tidak minum miras.
Kebiasaan inilah yang mesti dihapus. Stigma tersebut perlu diluruskan lewat kampanye-kampanye kantibmas. Aswar mengaku salut dengan upaya Kapolda yang terus melakukan pendekatan filosofis ke masyarakat.
“Ini bentuk pendekatan polisi secara sosial yang bisa berdampak positif. Apalagi lewat pendekatan spiritual di masjid-masjid, itu akan sangat efektif menggugah masyarakat,” imbuhnya.