Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Kapolsek Bajeng Iptu Hasan Fadhlyh bersama anggotanya kembali memperlihatkan jiwa sosialnya, kali ini mereka menjadi obat pelipur lara atas kedatangannya di gubuk Nenek Batia di Dusun Pabundukang Desa Panyangkalang Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa, Rabu (20/2/19).
Warga sekitar biasa memanggil nenek ini dengan sebutan Dg Batia, Ia sudah bertahun-tahun hidup menyendiri di gubuk bambu reyot, Wanita renta ini menghuni gubuk yang terbuat dari anyaman bambu, serta ditopang kayu yang sudah keropos, berlantai tanah.
Jangankan berjuang hidup untuk mendapat rumah layak, untuk makan kebutuhan sehari-hari saja, masih berharap belas kasih dari tetangganya. Nenek Dg Batia ini, sudah tak ingat lagi dengan keluarganya, beliau juga tak punya suami dan anak,”kalau saya lapar, saya tidur supaya tidak kelaparan,”kata Nenek Batia.
Dengan tenang, Kapolsek mendengar keluh- kesah Nenek Batia, Tersirat di wajahnya, seolah mengharap uluran tangan Kapolsek untuk membantu agar mendapat harapan baru hidupnya. “Kami merasa terharu melihat salah satu potret warga di wilayah Kami masih ada hidup menyendiri, belum lagi kondisi yang memprihatinkan,” kata Kapolsek.
Apa yang dilakukan oleh Kapolsek Bajeng beserta anggotanya yang mengunjungi gubuk reyot milik Nenek Dg Batia merupakan salah satu upaya yang dapat menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan Polri.
Dalam rangka membangun empati antara Polri dan masyarakat, perlu dipahami kedua kemampuan ini yakni kemampuan saling mempercayai dan kemampuan empati. Empati adalah kunci membina kepercayaan dari masyarakat. Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi.
Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas. Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang, polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat. Anggota Polri ada yang melakukan korupsi, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang lainnnya.
Supaya kepercayan pulih, Polri bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota supaya tidak mengkhianati warga masyarakat yang memercayainya.
Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur, dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat. Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik. Kalau institusi Polri memiliki reputasi dan nama baik, anggota polisi akan merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warganegara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin mempercayai polisi.
Polisi yang memiliki empati tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih tinggi juga. Karena polisi berusaha memahami dan peduli dengan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan masyarakat, maka polisi memiliki bekal informasi dan pengetahuan yang diperlukan supaya profesinya dapat dijalankan lebih baik.
Penulis : Yoan