Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Masih ingatkah dengan nenek berumur 85 tahun yang pernah mendapatkan hadiah sebuah kasur dari Polisi di Gowa beberapa bulan yang lalu.
Yah, dia adalah Nenek Satti seorang tunanetra, warga Lingkungan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa yang kesehariannya menjajal jualan bunga di Jalan Poros Malino Gowa yang tinggal bersama anaknya yang juga mengalami keterbelakangan mental.
Minggu kemarin, (26/6) Nenek Satti kembali dikunjungi oleh mantan Kapolseknya yakni AKP Hasan Fadhlyh yang kini menjabat Kasubag Binkar SDM sekaligus Plt Kasi Humas Polres Gowa disela-sela liburannya untuk menyempatkan waktu mengunjungi nenek tersebut.
Saat Berkunjung ke rumah nenek tersebut, AKP Hasan Fadhlyh disambut dengan wajah bahagia dari sang nenek yang layaknya seperti orang tua yang dikunjungi oleh sang anak, lalu kemudian perwira tiga balok dipundaknya itu memberikan tali asih sebagai bentuk kepeduliannya kepada nenek Satti.
“Alhamdulillah hari ini saya menyempatkan waktu untuk mengisi liburan ini dan kebetulan saya berada di Tinggimoncong unutk bisa kembali mengunjungi salah seorang warga binaan saya saat itu saya masih sebagai Kapolsek Tinggimoncong,” ungkap AKP Hasan.
Dirinya menambahkan, bahwa dirinya menyempatkan waktu mengungunjungi seorang nenek tersebut untuk berbagi kasih sekaligus silahturahmi dan melihat kondisi kabar sang nenek.
“Kunjungan ini sebagai bentuk kepedulian Polri kepada masyarakat yang berkebutuhan. Dan semoga apa yang kami berikan dapat meringankan kehidupan kesehariannya,” terangnya.
Aksi AKP Hasan Fadhlyh yang meluangkan waktu menjenguk dan memberikan tali asih kepada nenek tunanetra di Gowa merupakan salah satu upaya yang dapat menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan Polri.
Dalam rangka membangun empati antara Polri dan masyarakat, perlu dipahami kedua kemampuan ini yakni kemampuan saling mempercayai dan kemampuan empati. Empati adalah kunci membina kepercayaan dari masyarakat. Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi.
Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas.
Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang, polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat. Anggota Polri ada yang melakukan korupsi, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang lainnnya.
Supaya kepercayan pulih, Polri bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota supaya tidak mengkhianati warga masyarakat yang memercayainya.
Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur, dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat. Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik. Kalau institusi Polri memiliki reputasi dan nama baik, anggota polisi akan merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warga negara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin mempercayai polisi.
Polisi yang memiliki empati tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih tinggi juga. Karena polisi berusaha memahami dan peduli dengan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan masyarakat, maka polisi memiliki bekal informasi dan pengetahuan yang diperlukan supaya profesinya dapat dijalankan lebih baik.