Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Jelang Pilpres dan Pileg 2019 diprediksi dunia media sosial (Medsos) akan kembali ramai dengan kejahatan dan kriminalisasi. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang dibuat berupa payung hukum untuk penegakan hukum yang terjadi di dunia maya.
Maka dari itu pemerintah bekerjasama dengan badan legislatif melakukan pegesahan terhadap revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE Baru). Berikut poin-poin penting perubahan dalam UU ITE Baru:
1.Menurunkan ancaman pidana dan denda dijelaskan pada Pasal 45 ayat (1).
UU yang lama:
Pasal 45 ayat (1) berbunyi:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), (2), (3), atau (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (3) berbunyi:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
UU yang baru:
Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp. 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
2.Dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum pada pasal 5 ayat (1) dan (2).
UU yang lama:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik Dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
UU yang baru:
Pasal 5 ayat (1):
Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Pasal 5 ayat (2):
Khusus untuk informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakkan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannnya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
3.Penambahan kewenangan Pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terkait penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik.
Penambahan ayat baru pada Pasal 40 ayat (2)
UU yang lama:
Pemerintah melindungi kepentingan umum segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Perautan Perundang-undangan.
UU yang baru:
Dalam pasal itu lebih memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan dua kewenangan tambahan.
(2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
(2b) Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
4.Penambahan ketentuan tentang Hak Untuk Dilupakan (right to be forgotten) pada Pasal 26
UU yang lama:
(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-undang ini.
UU yang baru:
(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.
5.Penambahan penjelasan terkait istilah yang menimbulkan multitafsir yang ada pada Pasal 27 ayat (3).
UU yang lama:
Cukup jelas
UU yang baru:
1)Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat diaksesnya Informasi Elektronik.
2)Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
3)Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
6.Sinkronisasi dengan KUHAP terkait prosedur penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (3) dan (6).
UU yang lama:
AYAT (3):
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem eletronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
AYAT (6):
Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
UU yang baru:
Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (3) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
1)Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP. Penangkapan dan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
7.Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5).
UU yang lama:
Tidak ada pejelasan
UU yang baru:
Perubahan pasal itu juga memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE dengan menambahkan poin H dan poin I, yaitu:
1)Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
2)Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi.
Pemerintah berharap, melalui revisi ini, UU ITE tidak lagi digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat yang tidak bersalah.
Sumber : kliklegal.com