Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Bhabinkamtibmas Polres Sidrap Aiptu Jahmorianto menyambangi kediaman salah seorang warga binaannya atas nama Syamsiah di Lorong Rajawali, Kelurahan Wala, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap, Rabu (27/11/19).
Ditemani oleh Kepala Lingkungan Satu H. Kamal, Bhabinkamtibmas Kelurahan Wala ini bermaksud untuk melihat kondisi anak Syamsiah yang menderita gizi buruk. “Menurut info dari ibunya sakit yang diderita oleh anaknya ini sudah empat tahun lamanya,” ujar Jahmorianto.
Husnul begitu nama anak yang baru berumur empat tahun ini, menurut informasi dari ibunya bahwa anaknya sudah mendapatkan pelayanan kesehatan baik dari Bidan, Dokter maupun tenaga kesehatan lainnya.
“Saya datang menjenguk dan memberikan bantuan kepada keluarga Husnul, semoga segera disembuhkan oleh Allah Subhanahu Wataala” tambah Anto seraya mengamini.
Menurut Anto, sang anak selama ini rutin mendapatkan perawatan medis namun sekarang ini tidak lagi karena terkendala kartu BPJS miliknya sudah tidak aktif. “Semoga ada dermawan lainnya yang bisa mengulurkan bantuannya kepada anak ini,” harapnya.
Kepedulian yang ditunjukkan oleh Bhabinkamtibmas Polres Sidrap yang menjenguk anak penderita gizi buruk merupakan salah satu upaya yang dapat menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan Polri.
Dalam rangka membangun empati antara Polri dan masyarakat, perlu dipahami kedua kemampuan ini yakni kemampuan saling mempercayai dan kemampuan empati. Empati adalah kunci membina kepercayaan dari masyarakat. Rasa percaya atau trust relevan sekali dalam kondisi sosial tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat, Polisi memainkan banyak peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mengatur lalu lintas, menegakkan hukum, menyidik perkara, memelihara keamanan dan ketertiban, dan melindungi keselamatan warga negara adalah sebagian dari tugas polisi. Istilah yang sering digunakan adalah melayani, melindungi, dan mengayomi.
Walaupun peran polisi sangat banyak, atau karena peran polisi sangat banyak, pengetahuan masyarakat mengenai polisi, motif polisi, dan tanggapan atau respons polisi, sangat terbatas. Ada ketidaktahuan dan ketidakpastian di masyarakat luas mengenai kinerja polisi. Pada saat yang sama, dengan peran yang banyak tersebut, yang disertai dengan kewenangan yang dimiliki polisi berdasarkan konstitusi dan undang-undang, polisi memiliki peluang dan kesempatan untuk mengecewakan harapan-harapan masyarakat. Anggota Polri ada yang melakukan korupsi, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang lainnnya.
Supaya kepercayan pulih, Polri bisa mengembangkan norma dan kode etik yang mewajibkan anggota supaya tidak mengkhianati warga masyarakat yang memercayainya.
Jika warga masyarakat bertemu dengan banyak polisi yang jujur, dan hanya sesekali mendapatkan polisi yang tak jujur, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat. Selanjutnya, polisi akan memiliki reputasi atau nama baik. Kalau institusi Polri memiliki reputasi dan nama baik, anggota polisi akan merasa berkepentingan menjaga reputasi dan nama baik polisi di mata warganegara. Pada gilirannya pula, masyarakat akan semakin mempercayai polisi.
Polisi yang memiliki empati tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih tinggi juga. Karena polisi berusaha memahami dan peduli dengan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan masyarakat, maka polisi memiliki bekal informasi dan pengetahuan yang diperlukan supaya profesinya dapat dijalankan lebih baik.