Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Tim Anti Perpok (Perkelahian Kelompok) Polsek Tamalate mengamankan lima remaja yang diduga terlibat perkelahian kelompok di ruangan Problem Solving Polsek Tamalate Makassar, Rabu (20/07/2022).
Remaja tersebut masing masing berinisial IF (18), MF (14), NV (15), AD (16), ST (14) diduga terlibat perkelahian kelompok pada hari Senin (16/07) di Jalan Inspeksi Kanal Jongaya .
Setelah dilakukan pemeriksaan pihak kepolisian tidak temukan unsur pidana yang dilakukan para pelaku sehingga diserahkan kepada pihak keluarga. Dalam melakukan pembinaan, Polsek Tamalate melibatkan Batalyon 120 dalam rangka menjaga kamtibmas di wilayahnya.
“Setelah penyidik melakukan pemeriksaan ke para pelaku serta tidak memenuhi unsur pidana sehingga ke lima remaja ini kami kembalikan kepada pihak keluarga,” ucap Kapolsek.
Faisal Sahabuddin selaku Ketua Dewan Yon 120 mengatakan posisinya hanya proses pembinaan secara teknis pihaknya akan melakukan monitoring kepada para pelaku perpok ini, “Pesan saya untuk orang tua agar mengawasi setiap kegiatan anak anaknya,” ujarnya.
Perkelahian kelompok yang rata-rata didominasi oleh remaja, terutama yang masih berstatus pelajar akan merugikan orang lain. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar dengan usia yang menanjak remaja.
Pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Mungkin adalah yang paling dikhawatirkan adalah berkurangnya penghargaan remaja terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para remaja itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai.
Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi, tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian remaja atau pelajar tidaklah sesederhana itu, terutama di kota besar. Masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Terhadap kenakalan remaja ini, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi.