Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Owner PT Al Buruj Tour dan Travel Muh. Arwadi Muhtar Abbas alias Wadi (38) diamankan di Polrestabes Makassar setelah dilaporkan kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan.
Ia dilaporkan oleh Najib Dafrid (58) owner PT Dipa Jaya Sejatera pada 21 September 2020 dan Wadi ditetapkan sebagai tersangka.
Kasubbag Humas Polrestabes Makassar Kompol Edhy Supriadi, Jumat (29/1/2021) menerangkan, awalnya pada hari Senin tanggal kejadian terlapor membuat kerjasama dengan pelapor yang dituangkan dalam Kontrak Kerjasama dalam bidang Travel Haji Umroh.
“Pada saat itu terlapor menjanjikan keuntungan 70 persen untuk pelapor sebagai pemilik modal dan 30 persen untuk terlapor sebagai pelaksana usaha,” ungkapnya.
Selanjutnya pelapor memberikan uang kepada terlapor sebesar Rp. 1,85 M (satu milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah) kepada terlapor. Namun berjalan selama 2 tahun terlapor tidak juga memberikan keuntungan kepada pelapor.
sehingga pada bulan Juli 2020 pelapor menghubungi terlapor agar mengembalikan uang milik pelapor beserta keuntungan yang dijanjikan. Namun pada saat bertemu terlapor kembali meminta uang kepada pelapor dengan alasan akan menebus rumah di Jakarta yang nilai jualnya sebesar Rp 60 M.
Sehingga pelapor kembali memberikan uang sebesar Rp. 1,5 M kepada terlapor dengan jaminan pada saat itu terlapor memberikan 3 lembar cek kepada pelapor.
Pada saat jatuh tempo pencairan ketiga lembar cek tersebut, pelapor tidak dapat mencairkan karena saldo terlapor tidak cukup. “Sementara kasus ditangani dan dalam proses penyidikan,” pungkas Kompol Edhy.
Maraknya kasus penipuan disebabkan ketidaktahuan para pelakunya tentang ancaman Allah dan RasulNya. Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam muamalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya, Sebab keikhlasan dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : “Dua orang yang sedang melakukan jual-beli dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus.” (Riwayat Bukhari).
Dan beliau bersabda pula : “Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya.” (Riwayat Hakim dan Baihaqi).
Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. pernah melalui seorang laki-laki yang sedang menjual makanan (biji-bijian). Beliau sangat mengaguminya, kemudian memasukkan tangannya ke dalam tempat makanan itu, maka dilihatnya makanan itu tampak basah, maka bertanyalah beliau: Apa yang diperbuat oleh yang mempunyai makanan ini? Ia menjawab: Kena hujan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda : “Mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas, supaya orang lain mengetahuinya?! Sebab barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami.” (Riwayat Muslim).
Dalam salah satu riwayat dikatakan : “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah melalui suatu (tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujinya, kemudian Nabi meletakkan tangannya pada makanan tersebut, tetapi tiba-tiba makanan tersebut sangat jelek, lantas Nabi bersabda: “Juallah makanan ini menurut harga yang pantas dan ini menurut harga yang pantas; sebab barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami.” (Riwayat Ahmad).
Begitulah yang dikerjakan oleh orang-orang Islam zaman dahulu, dimana mereka itu menjelaskan cacat barang dagangannya dan sama sekali tidak pernah merahasiakannya. Mereka selalu berbuat jujur dan tidak berdusta, ikhlas dan tidak menipu.