Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Unit Reskrim Polsek Biringkanaya berhasil menangkap pelaku penganiayaan menggunakan senjata tajam (sajam). Pelaku berinisial RI alias Eki (36) warga Jalan Parumpa Kelurahan Daya Kecamatan Biringkanaya kota Makassar, Selasa (29/1/2019) sekira pukul 13.00 wita.
Eki ditangkap berawal dari laporan korban mengenai penganiayaan menggunakan sajam oleh Eki. Kejadiannya di Jalan P. Kemerdekaan KM 13 Kel. Daya Kec. Biringkanaya Makassar.
Dari laporan korban anggota Reskrim pun mendatangi TKP dan berhasil mengamankan tersangka Eki bersama barang bukti berupa satu parang yang dipakai tersangka menganiaya korban.
Diketahui korban adalah Djufri mengalami luka tebasan benda tajam pada lengan kirinya.
Kanit Reskrim, Iptu Syaharuddin menerangkan tersangka mendatangi korban yang sementara berada di depan rumah korban, kemudian tersangka menanyakan ke korban, mengapa korban mau mengambil lahan parkir tersangka.
“Tersangka kesal ke korban, karena tersangka mengira korban hendak mengambil lahan parkirnya,” ucapnya.
Setelah itu, tersangka mengayunkan parangnya ke arah korban sebanyak 2 kali, yang mengenai lengan kiri korban 1 kali, kemudian korban lari menyelamatkan diri. Kini korban masih menjalani perawatan di rumah sakit dengan kondisi luka tebasan parang pada lengan kiri yang dialaminya. (Humas Polrestabes Makassar)
Pelaku terjerat Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76 C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara paling lama 3 tahun 6 bulan.
Dalam Islam kita dilarang menganiaya atau menzalimi orang sebab kezaliman akan menjadi kegelapan di akhirat kelak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Takutlah kalian berbuat zalim, karena kezaliman itu menjadi kegelapan demi kegelapan di hari kiamat” (HR. Muslim).
Kezaliman juga adalah kebangkrutan di akhirat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pertanya kepada para sahabat, “Tahukan kalian siapa itu orang yang bangkrut?”, Mereka menjawab:
“Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak lagi memiliki uang dan barang”.
Beliau lalu menerangkan:
“Sesungguhnya orang yang bangkrut diantara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal shalat, puasa dan zakat. Disamping itu, ia juga membawa dosa mencaci maki, menuduh, mengambil harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Maka tiap-tiap orang yang dizaliminya dibayar dengan amal baiknya. Kalau habis amal baiknya, sedangkan tanggungannya belum terbayar, maka diambil sebagian dari dosa-dos mereka lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam api neraka” (Hr. Muslim)
Dilansir dari Kompasiana.com, penyebab kekerasan atau agresifitas yang terjadi di masyarakat antara lain :
1.Sosial; frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya untuk mencapai tujuan.
2.Situasi ; ketidaknyaman keadaan di masyarakat, seperti daerah yang kumuh, panas, gersang dan serba kekurangan serta keadaan dimana pemerintah kurang memberikan respon yang baik terhadap aspirasi rakyat. Terjadinya kekerasan, menurut Prof Franz Magnis Suseno adalah akibat pengaruh globalisasi dan modernisasi serta akumulasi kebencian dalam diri masyarakat, karena pemerintah yang dianggap aparatur penegak damai mengalami disfungsi.
3.Rendahnya kesadaran diri dan kesadaran kolektif serta dehumanisasi (tidak memanusiakan manusia) dalam setiap diri masyarakat serta pemerintah sendiri.
4.Sumber daya ; manusia dimanapun ia berada memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, jika sumber daya yang ada memadai, maka ia akan merasa tercukupi, namun jika tidak maka ia akan mencari dan mengambilnya dengan paksa, sehingga terjadilah kekerasan tersebut.
5.Media massa ; dalan hal ini televisi, radio ataupun koran. Penelitian menunjukkan bahwa tayangan kekerasan yang terjadi di masyarakat (anak-anak dsb) khususnya melalui televisi memberikan inspirasi/contoh yang tidak baik bagi masyarakat lainnya.
6.Kebudayaan ; adanya tindak kekerasan yang kerap terjadi menjadi tak lagi aneh dan telah familiar di telinga dan kehidupan, sehingga jika terjadi maka telah dianggap biasa sebab telah membudaya.
7.Kekerasan individu dan kelompok yang terjadi di masyarakat merupakan imbas dari ekspresi kultural yang tersumbat.
Penulis : Marwan