Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Polsek Tallo dipimpin Ipda H. Firdaus melakukan penangkapan terhadap seorang remaja AR alias Onco (17) yang diduga menyimpan atau memiliki sajam (Senjata tajam) berupa anak panah dan pelontarnya, Minggu (21/5/22).
Penangkapan dilakukan karena adanya laporan dari warga Kota Makassar, bahwa terjadi perang kelompok antara pemuda warga Pannampu Lorong 165 C dengan pemuda warga Jalan Lembo.
Menurut keterangan Ps. Panit I Polsek Tallo Ipda H. Firdaus bahwa saat mendengar laporan warga warga, pihaknya segera mendatangi TKP (tempat kejadian perkara) di Jalan Pannampu sementara berlangsung aksi perang kelompok.
“Setelah tiba dilokasi kami menemukan sekelompok anak muda yang berhamburan lari melihat kedatangan tim kami, namun salah satu dari mereka berhasil diamankan, ditangannya membawa busur dan alat pelontarnya,” terangnya.
Dihadapan petugas pelaku mengakui senjata beserta alat pelontarnya yang diamankan oleh kepolisian adalah miliknya.
Kanit Reskrim Iptu Rizal saat dikomfirmasi membenarkan kejadian tersebut dan pelaku bersama barang bukti sudah diamankam di Polsek Tallo guna mengikuti proses lebih lanjut.
Sangat jelas bahwa perkelahian remaja, terutama yang masih berstatus pelajar akan merugikan orang lain. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar dengan usia yang menanjak remaja.
Pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Mungkin adalah yang paling dikhawatirkan adalah berkurangnya penghargaan remaja terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para remaja itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai.
Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi, tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian remaja atau pelajar tidaklah sesederhana itu, terutama di kota besar. Masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Terhadap kenakalan remaja ini, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi.