Tribratanews.sulsel.polri.go.id – Komitmen Polrestabes Makassar dalam pemberantasan narkoba kembali diperlihatkan saat berhasil mengungkap peredaran narkotika jenis sabu–sabu seberat 7,4 kilogram yang di pasok dari Malaysia.
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budhi Haryanto, dalam rilisnya mengatakan bahwa Satnarkoba Polrestabes Makassar berhasil mengamankan 7, 4 kilogram sabu, penangkapan sabu ini diawali dari informasi masyarakat.
Dari informasi masyarakat tentunya kita melakukan pengembangan dan di dapatkan barang bukit seberat 7 kilogram sabu, mungkin ini yang terbesar yang pernah di ungkap Polrestabes Makassar.
“Ini contoh atau bukti bahwa makassar ini akan terus di serbu dengan barang haram seperti ini untuk itu akan sangat merugikan anak anak muda bangsa kita,” ujar Kombes Pol Budhi Haryanto.
Kedua pelaku masing-masing berinisial R dan M diamankan di Kota Makassar setelah diamankan petugas langsung melakukan pengembangan dari hasil pengembangan ditemukan satu karung beras berisi 89 saset plastik sedang yang diduga berisi sabu disebuah rumah kost Jalan Maccini Kota Makassar.
Untuk pemilik langsung sabu tersebut berinisial T dan sebelumnya telah diamankan oleh Polda Sulsel, sedangkan kedua pelaku berinisial R dan M baru kali ini diamankan dan merupakan jaringan Malaysia.
Kapolrestabes Makassar memastikan akan terus berkoordinasi dengan Narkoba Polda Sulsel untuk terus mengungkap jaringan ini.
Kedua pelaku akan dikenakan pasal 114 Ayat (2) subs Pasal 112 Ayat (2) UU RI NO. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 6 tahun penjara dan maksimal pidana mati.
Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia saat ini, menurut beberapa pakar, sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Bukan hanya di kalangan remaja di perkotaan, bahkan sudah menjalar ke kalangan anak-anak di daerah pedesaan.
Menurut Suryani, SKp, MHSc dalam tulisannya “Permasalahan Narkoba di Indonesia”, saat ini penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,3 juta orang. Dari 80% pemuda, sudah 3% yang mengalami ketegantungan pada berbagai jenis narkoba.
Bahkan menurut data BNN, setiap hari, 40 orang meninggal dunia di negeri ini akibat over dosis narkoba. Angka ini bukanlah jumlah yang sebenarnya dari penyalahguna narkoba. Angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar.
Menurut Dr. Dadang Hawari (dalam tulisannya Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002), fenomena penyalahgunaan narkoba itu seperti fenomena gunung es. Angka yang sebenarnya adalah sepuluh kali lipat dari jumlah penyalahguna yang ditemukan.
Pemerintah melalui berbagai instansi, telah mencoba untuk mencegah dan membasmi peredaran narkoba di Indonesia. Sudah banyak terpidana kasus narkoba baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri divonis mati oleh pengadilan.
Miris memang, setiap tahun jumlah penyalahguna narkoba justru terus bertambah, baik yang digolongkan sebagai pecandu, yakni orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan secara fisik dan psikis. Maupun sebagai korban penyalahgunaan narkoba, yakni seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa atau diancam untuk menggunakan narkotika.
Narkoba pada dasarnya berfungsi sebagai obat atau bahan yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan medis, pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun kemudian disalahgunakan di luar indikasi medis dan tanpa petunjuk atau resep dokter. Penyalahgunaan ini dikarenakan efeknya yang dapat menimbulkan rasa nikmat, rileks, senang, dan tenang.
Perasaan itulah yang dicari oleh para para pemakai meskipun setelah itu mereka seringkali merasa cemas, gelisah, nyeri otot, dan sulit tidur. Selanjutnya, karena digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama, pemakaian narkoba menimbulkan ketergantungan.
Dilihat dari sudut pandang kesehatan, maupun sosial, penyalahgunan narkoba sangatlah merugikan penggunanya, menjelma bahaya bagi kehidupan manusia, masyarakat, negara serta mengancam kelangsungan suatu generasi.
Realita di atas relevan kita kaitkan dengan semakin menggilanya peredaran gelap narkoba yang telah melintasi batas-batas negara, menggunakan modus operandi yang sangat variatif, berteknologi tinggi, dan didukung oleh jaringan organisasi yang luas.
Peredaran narkoba yang luas itu, sudah memakan banyak korban baru. Para korban baru itulah yang kemudian menjadi pasar bagi para pengedar karena efek yang ditimbulkan dari barang-barang haram tersebut adalah ketagihan. Syahdan, tak hanya menjadi pengguna, mereka juga tergiur untuk menjadi pengedar narkoba. Peredaran gelap narkoba yang dilakukan dengan metode multi-level marketing dan terselubung itu seringkali luput dari perhatian kita.
Mengingat harganya yang terhitung tinggi serta didukung pasar yang sangat luas, “bisnis” ini tentu semakin menggiurkan banyak orang, karena menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit, baik berperan sebagai produsen, pengedar, bahkan hingga kurir sekalipun.